Sekretaris Daerah Kabupaten Cirebon, Drs.H. Rahmat Sutriso, M.Si membuka Rapat Koordinasi Sinkronisasi dan Strategis Pengolahan Limbah Medis Kemko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia yang dilaksanakan di Hotel Luxton Cirebon, Senin (23/09/19).
Ratna Dewi, S.St, M.Kes dari Kemko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia menyampaikan, penanganan permasalahan limbah medis saat ini seharusnya tidak lagi dianggap sebagai pesoalan pada sektor kesehetan semata, tapi menjadi tanggung jawab kita semua, tanggung jawab bersama. Untuk itu perlu dukungan dan komitmen dari semua pihak agar masalah limbah medis ini bisa terselesaikan dengan baik karena dampaknya pada masalah kesehatan terutama pada masyarakat sekitarnya.
“Tujuan kita bertemu kita saat ini adalah untuk meningkatkan optimalisasi tata kelola limbah medis dalam menjaga lingkungan dan dalam rangka menjaga kesehatan masyarakat khususnya di kabupaten Cirebon, Indramayu, dan kota Cirebon. Nanti kita akan melihat seperti apa kondisi yang ada di lapangan. Pembahasan limbah medis ini meliputi bagaimana kebijakan koordinasi antar kepentingan meliputi koordinasi dari pusat dan daerah, implementasi regulasi, sistem monitoring dan evaluasi, inovasi serta rencana program dan penguatan kemitraan antar pemangku kepentingan.” Tuturnya.
Sementara itu, dalam sambutannya Sekretaris Daerah Kabupaten Cirebon, Drs.H. Rahmat Sutrisno, M.Si menyampaikan, Kegiatan Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Cirebon seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan akan pelayanan kesehatan, menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Kabupaten Cirebon memiliki 2 rumah sakit milik pemerintah, 7 RS Swasta, 60 Puskesmas, 71 Puskesmas pembantu, dan 65 Klinik Kesehatan. Dari kegiatan tersebut tak dapat dipungkiri menghasilkan limbah medis yang cukup besar.
“Di Kabupaten Cirebon tentunya limbah medis ini cukup besar karena melihat kita mempunyai 2 RSUD, puluhan puskesmas dan puskesmas pembantu, Rumash Sakit Swasta dan klinik-klinik kesehatan. Untuk itu perlu diperhatikan secara serius.” Ungkapnya.
Lebih lanjut Rahmat mengatakan Volume limbah B3 yang dihasilkan dari Rumah Sakit bervariasi dimana yang terendah sekitar rata-rata kurang lebih 350 kg/bulan, sedangkan yang terbesar rata- rata kurang lebih enam ribu dua ratus kg/bulan. Sedangkan Puskesmas rata-rata menghasilkan limbah medis sekitar kurang lebih 10 kg/bulan, di tambah Klinik Kesehatan yang menghasilkan limbah medis sekitar kurang lebih 8 kg/ bulan. Pengelolaan limbah B3 di indonesia saat ini kondisinya dapat dikatakan kurang baik, dimana perbandingan antara limbah penghasil B3, dengan perusahaan pengelolaan limbah B3, dalam hal jumlah sangat jauh. Jumlah perusahaan pengelolaan limbah B3 kurang dari 20 unit perusahaan.
Untuk pengelolaan limbah medis di Jawa Barat baru ada beberapa diantaranya PT. WASTEC yang berlokasi di Cilegon Banten, PT. TENANG JAYA berlokasi di Karawang, dan PT. MEDIVEST yang Berlokasi di bandung. Hal ini menyebabkan banyak terjadi permasalahan dalam pengelolaan limbah B3 baik pada tahap pengangkutan, pengolahan, pemanfaatan ataupun penimbunan. Permasalahan dimaksud salah satunya terjadi di Kabupaten Cirebon yaitu pemanfaatan limbah B3 oleh kegiatan usaha rongsok di Kecamatan Panguragan. Persoalan pengelolaan limbah medis di Kecamatan Panguragan saat ini sudah dalam tahapan pidana dimana pelaku sudah tertangkap dan dijatuhi hukuman.
“Ada kurang lebih 13 gudang rongsok yang dijadikan tempat penyimpanan limbah medis yang masih menjadi barang bukti yang belum bisa dilakukan pemulihan walaupun kondisinya saat ini sudah sangat memprihatinkan. Sedangkan lokasi TPS liar yang juga dijadikan tempat pembuangan limbah medis sudah dilakukan upaya pemulihan dan pengurangan. Pesoalan pengelolaan limbah B3 dalam hal ini limbah medis, memang perlu dilakukan secara terintegrasi dan komprehensif mulai dari hulu hingga hilirnya.” Imbuhnya.
Perlu ada koordinasi dan komunikasi yang maksimal antara Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat terkait persoalan kewenangan dalam pengelolaan limbah tersebut. Banyak faktor yang mnyebabkan terjadinya persoalan dalam pengelolaan limbah B3, diantaranya disebabkan pengolah, pemanfaat dan pengangkut/ transporter limbah B3 yang masih sangat sedikit, ditambah masih rendahnya kesadaran dan kepedulian para pelaku kegiatan/usaha dalam melakukan upaya-upaya pengelolaan limbah B3, serta masih kurangnya penegakan hukum bagi pelanggar peraturan pengelolaan limbah B3.
Jumlah kegiatan pelayanan kesehatan di Kabupaten Cirebon, untuk Rumah sakit telah memiliki izin TPS limbah B3, untuk puskesmas dan pustu terdapat bebrapa yang sedang dalam proses membuat TPS/Perizinan. Sementara untuk klinik masih belum memiliki TPS limbah B3. Dengan adanya pertemuan yang sangat strategis ini, sangat diharapkan dapat membawa upaya penyelesaian permasalahan dalam pengelolaan limbah B3 sehingga ke depannya menjadi lebih baik dalam rangka mewujudkan Kabupaten/Kota yang lebih sehat dan asri.(Bens/Edys, Diskominfo).