Seminar Internasional : Jejak-Jejak Laksamana Cheng Hwa

Menapaki jejak Laksamana Cheng Wha atau Cheng Ho di tanah Jawa menjadi hal yang sangat menarik untuk dikupas. Terlebih sisa peninggalan berupan artefak ditemukan di tanah Cirebon. Hal tersebut yang melatar belakangi kegiatan Seminar Internasional Jejak-Jejak Laksamana Cheng Hwa di Cirebon yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Cirebon yang bertempat di Hotel Aston Cirebon, Senin (26/11/18).

Kegiatan ini bertujuan menggali sejarah tentang jejak Laksamana Cheng Ho dan mengajukan kerjasama penelitian antar bangsa karena acara ini dihadiri pula oleh sejarawan dari Tiongkok yaitu Prof. Tan Ta Sen dan Prof. Wan Ming. Hadir pula sejarawan dari Indonesia yaitu Prof. Nina Herlina Lubis dan Filolog dari Cirebon Dr. Rafan Safari Hasim dan sejumlah narasumber lain.

Kegiatan tersebut dibuka oleh Penjabat Bupati Cirebon yang diwakili oleh Asisten Pemerintahan dan kesra, Drs. R. Benni Sugriarsa.
Dalam sambutan yang dibacakan oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra, Bupati berpesan supaya kegiatan ini dijadikan momentum untuk menggali nilai-nilai luhur sejarah Cirebon yaitu fakta sejarah sebelum berdirinya Kerajaan Cirebon. “Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang memberikan sumbangsih dan berupaya penggalian sejarah ini.” Pungkasnya.

Dengan adanya seminar ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi seluruh peserta yang hadir baik bagi kepentingan akademis penggalian nilai-nilai sejarah maupun yang lainnya. Cirebon sangat kaya dengan peninggalan sejarah dan memiliki keragaman seni budaya yang merupakan warisan pusaka peninggalan leluhur. Keragaman budaya disatu sisi menjadi identitas dan kebanggaan dari masyarakat, disisi lain menjadi potensi ekonomi dari sektor wisata budaya yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. “Melalui seminar ini kami mengharapkan dapat menghasilkan pokok-pokok pemikiran yang penting dalam pengembangan sejarah dan budaya, selain itu dapat menjadi inspirasi bagi pengambilan kebijakan daerah bagi masa yang akan datang.” Kata Benni Sugriarsa.

Jejak Laksamana Cheng Ho di tanah Caruban (Cirebon) yaitu pada kisaran Tahun 1405 – 1422 Masehi. Kedatangan armada pelayaran Cheng Ho berkunjung ke Kerajaan Singhapura dicatat pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari.

Kunjungan Armada Laksamana Cheng Ho tergolong singkat yaitu hanya 7 hari 7 malam, namun dari kunjungan yang singkat tersebut menghasilkan pengaruh sebuah peradaban di Tanah Caruban. Laksamana Cheng Ho singgah di Pelabuhan Muarajati yang ke tiga ternyata tidak sendiri, dalam rombongan tersebut turut seorang Syeikh bernama Hasanudin bin Yusuf Shidik, beliau adalah seorang wali yang mengajarkan Al Qur’an sehingga dijuluki dengan nama Syeikh Kuro. Kemudian Syeikh Kuro menetap di Pulau Kelapa Karawang dan memiliki santri yaitu Nyai Subang Kranjang.

Alasan Cheng Ho singgah di Muarajati adalah memperbaiki armada kapal-kapal yang terkena badai dalam perjalanan di Karawang, mencari air bersih, grabadan (rempah-rempah) dan menyebarkan ajaran agama Islam. Ini merupakan awal cikal bakal penyebran agama Islam di tanah Jawa. Komoditi hasil bumi yang di beli di singhapura selain rempah-rempah dan air bersih adalah beras tuton, garam, gula dan kopi. Sedangkan komoditi yang dipasarkan dari Tiongkok ke Singhapura adalah kain sutra, gerabah, keramik, guci dan bokor dari kuningan. Dari sini mulai pewarnaan hasil kerajinan yang dikolaborasikan antara kesenian pribumi dan tiongkok, hingga sekarang pengaruh tiongkok masih ditemukan di hasil gerabah dan seni batik khas Cirebon yaitu mega mendung.

Meningktnya pertumbuhan Cirebon pesat yaitu ketika Ki Gede Tapa meminta kepada Laksamana Cheng Ho untuk dibangunkan mercusuar atau dalam bahasa jawa Prasada Tunggang Pawaka (Light House) yang dibangun diatas menara Giri Amparanjati.

Sisa-sisa peninggalan Laksamana Cheng Ho yang masih bisa kita saksikan salah satunya adalah reruntuhan mercusuar yang berada di puncak bukit Amparanjati atau orang keraton menyebutnya lemah puser yang sekarang dikeramatkan. Selain itu adalah pengaruh kesenian Tiongkok yang sampe saat ini masih ditemui yaitu pemberian ornamen-ornamen piring dan keramik pada bangunan masjid seperti yang bisa dijumpai di Masjid Ciptarasa Kasepuhan Cirebon.

Dari seminar ini muncul sebuah pertanyaan yang mendasar yaitu apa sebenarnya pengaruh yang dibawa oleh Laksamana Cheng Ho singgah di cirebon dan apa manfaat yang akan diterima masyarakat Cirebon ketika sebuah musium terbangun di daerah tersebut.

Nilai tambah atau pengaruh yang yang terpenting dibawa Laksamana Cheng Ho kepada masyarakat adalah penyebaran ajaran agama islam. Dengan berdirinya mercusuar menjadikan masyarakat mengerti tentang navigasi kapal. Dengan dibangun sebuah musium di daerah tersebut diharapkan sebuah sejarah tidak hanya dijadikan sebagai kerangka pemikiran, tapi bisa menjadikan value atau nilai yang bisa dikembngkan untuk kemajuan suatu daerah dimasa yang akan datang. Tidak hanya itu, diharapkan dari hasil seminar ini ada sebuah benefit baik itu ilmu ataupun pengetahuan yang dapat di jadikan pembelajaran kepada generasi penerus dan meningkatkan nilai perekonomian wilayah tersebut.

Penjabat Bupati Cirebon, Dr. Ir. H. Dicky Samroni, MSc. di sela-sela penutupan acara sekaligus menutup kegiatan seminar tersebut mengatakan, saat ini Cirebon bisa dikatakan sebagai masa depannya Jawa Barat karena dilihat dari perkembangan, dinilai Cirebon ini adalah daerah yang jauh lebih besar dibandingkan daerah lainnya. “Saya contohkan ada 3 jalan tol yang menuju Cirebon, dua perlintasan kereta api yaitu lintas utara dan selatan, ada pelabuhan, ada bandar udara. Lebih hebat lagi bahwa Cirebon memiliki keberagaman kesenian budaya antar negara yaitu Jawa, China, Arab dan India. Dan yang paling penting adalah bisa menjadi faktor yang menyatukan kebangkitan Kabupaten Cirebon untuk menjadi pusat pertumbuhan baru yang kompetitif di Jawa Barat atau secara Nasional bahkan di dunia sekalipun.” Tegasnya. . (edys/kominfo/26/11/18).